Pertumbuhan Belum Berpengaruh Signifikan
Pertumbuhan ekonomi pada APBN 2016 ternyata tak berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional dan kehidupan sosial bangsa ini. Pertumbuhan ekonomi pada 2016 yang hanya 5,02 persen kurang memenuhi ekspektasi masyarakat.
Demikian dikemukakan anggota F-Gerindra DPR RI Heri Gunawan saat membacakan pandangan fraksinya terhadap UU Pertanggungjawaban atas APBN 2016 pada Rapat Paripurna DPR RI, yang dipimpin Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Selasa (11/7/2017).
Angka pertumbuhan tersebut, menurutnya jauh dibawah target pemerintah dalam APBN-P 2016 sebesar 5,2 persen. Heri menyebutkan, saat ini pengangguran cenderung naik, kemiskinan makin dalam, dan ketimpangan masih lebar.
Pada sudut pengangguran, misalnya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2016 sebesar 5,61 persen. Angka tersebut tentu masih jauh dari harapan. Artinya, pertumbuhan yang ada selama ini belum memberi perbaikan yang signifikan atas masalah pengangguran. "Padahal, pemerintah telah diberi kesempatan untuk membelanjakan anggaran pembangunan hingga Rp 2.082‚94 triliun, sesuai postur belanja pada APBN-P TA 2016," ungkap Heri.
Dengan semakin besarnya anggaran pembangunan tersebut, lanjut politisi dari dapil Jabar IV ini, seharusnya tidak hanya konsumsi dan investasi saja yang dapat tumbuh positif, tetapi keseluruhan perekonomian nasional dapat tumbuh positif dan berkualitas dengan stimulasi APBN ini. Idealnya, alokasi anggaran dalam APBN itu juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan kemiskinan.
Sementara soal kemiskinan, faktor utamanya bisa dilihat dari daya beli masyarakat. Jumlah penduduk miskin, penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan per September 2016 mencapai 27,76 juta orang (10,70%), dengan 13,96% diantaranya berada di daerah pedesaan. Tingkat kedalaman kemiskinan pada 2016 mencapai 1,94. Angka ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 1,75 pada 2014.
"Lebih jauh, 62.2% penduduk miskin berada di pedesan, dengan mayoritas penduduk miskin bekerja di sektor pertanian (50.84%). Lebih jauh lagi, kemiskinan di luar Pulau Jawa melebihi kemiskinan nasional sebesar 10,86 persen," ungkap Heri dalam catatan kritisnya. Bahkan, secara nasional kontribusi komponen makanan terhadap garis kemiskinan tercatat sebesar 73,19%, dengan komoditas beras berada diurutan pertama menyumbang 21.8%.
Pemerintah diharapkan bersungguh-sungguh mendorong pembangunan sektor pertanian. Begitu pula pembangunan infrastruktur yang harus memberikan kemudahan pada usaha pertanian. Pemerintah juga diimbau mengambil kebijakan yang melindungi petani dalam skema perdagangan nasional dan internasional.
"Akses modal bagi pertanian pada akhirnya mendorong lahirnya regenerasi petani di desa-desa. Sampai saat ini belum terlihat rencana konkret terkait lembaga pendanaan yang dikhususkan bagi petani yang tidak sekadar mencari keuntungan secara finansial semata, tapi lebih kepada kepentingan negara yang lebih luas," paparnya. (mh/sc)/foto:iwan armanias/iw.